Sebuah sarana transportasi umum yang sangat berperan penting di jantung kota Depok. Kehadirannya sangat membantu bagi masyarakat yang tidak mempunyai kendaraan pribadi . Kini kita sudah tidak asing lagi melihat angkot dan bahkan di beberapa wilayah seperti trayek Depok 2, angkot D. 02 sudah diberikan nomor urut yang biasanya tertera di bagian depan, sebelah bemper. Alhasil kita dapat mengira berapa jumlah angkot yang beroperasi di trayek Depok 2. Menurut pengalaman saya, saya pernah melihat no urut angkot 452. Wow, It’s so really amazing ! berarti sudah ada sekitar 400 hingga 500 angkot yang khusus beroperasi di Depok 2. Belum lagi angkot yang beroperasi di daerah lainnya, sperti angkot D.03, D.04, D.01, D.05,dll. Kebayang kan, berapa jumlah angkot yang ada di kota Depok ? Pasti sangat banyak..
Hal lain yang patut dibahas adalah kenaikan harga tarif angkot.. Pasti masyarakat kota Depok sering merasa betapa mahalnya tarif ongkos angkot,, apalagi penumpang dewasa.Bila di compare dari masa terdahulu, tepatnya pada jaman saya masih SMP. Tarif angkot pada saat itu bisa dikatakan sangat murah karena pasalnya penumpang dewasa dikenakan tarif sebesar Rp 1500 ,00 untuk trayek dari Depok 2 s.d Terminal Depok. Lantas, sekarang apa yang terjadi ? Pada awal-awal kenaikan BBM banyak sekali penumpang yang ditelantarkan supir angkot dan angkot pun sempat mogok karena supir angkot mengira tarif pada saat itu tidak susuai dengan harga BBM. Tarif angkot dikenakan sebesar Rp3000,00. hal ini amat disayangkan, karena pengguna angkot mayoritas adalah orang menengah ke bawah. Setelah ada penurunan harga BBM, kini tarif angkot turun Rp 500,00 dan menjadi Rp 2500,00. Sambutan masyarakat sangat antusias, meskipun Pemerintah hanya bisa menurunkan harga sebesar itu. Tapi itu sudah sangat berarti. Faktanya sekarang supir angkot agak kurang menerima kenyataan dengan turunnya tarif angkot. Dapat dibuktikan dengan ketika penumpang membayar dengan uang Rp 3000,00 pasti supir angkot tidak pernah mengembalikan uang kembaliannya. Benar bukan ?
Maraknya keberadaan angkot tidak luput dari masalah kemacetan yang tidak dapat dipisahkan dari masalah di kota – kota besar khususnya di Kota Depok ini. Jika bicara tentang masalah kemacetan , jadi ingat lagu anak-anak tempo dulu “ Macet lagi, macet lagi, gara- gara si Komo lewat”. Sebagian masyarakat mengatakan bahwa penyebab kemacetan lalu lintas adalah angkot.. Belum lagi jumlah angkot yang banyak. Saat ini di Jln. Margonda jalur angkot di pisah dengan kendaraan lainnya. “ Angkot Way” namanya. Tapi faktanya tidak ada perubahan yang significan, tetap saja macet. Jika anda pernah mengalami macet di Jln. Nusantara, bila diperhatikan dengan teliti, lampu hijau di rambu - rambu hanya bertahan dalam hitungan 15 detik. Kemudian lampu kembali merah. Hal yang dibenci oleh penumpang ialah supir angkot suka “ Nge-tem”. Itu sangat menjengkelkan. Jika anda sedang duduk di dalam angkot dapat anda perhatikan wajah- wajah orang kantoran yang resah akibat si supir angkot “Nge-tem”,padahal penumpangnya lumayan banyak. Memang supir angkot banyak yang dikejar setoran, belum lagi untuk memenuhi nafkah keluarganya. Tapi supir angkot juga perlu memikirkan nasib penumpangnya yang dikejar waktu. At least keberadaan angkot dapat dibilang menguntungkan dan merugikan tergantung persepsi masyarakat masing- masing.